Rabu, 13 Juni 2012


WEDNESDAY, JULY 06, 2005

KULIHAT ENGKAU SAUDARAKU

Wahai Saudaraku,....engkaukah itu....??

Kehidupan merupakan sebuah pulau di lautan kesepian
karang merupakan harapan,
pohon merupakan impian,
bunga merupakan keheningan perasaan,
dan sungai merupakan damba kehausan.


Hidupmu, wahai saudara-saudaraku,....
laksana pulau yang terpisah dari pulau yang lain. Entah berapa banyak kapal yang bertolak dari pantaimu menuju wilayah lain,
entah berapa banyak armada yang berlabuh di pesisirmu,
namun engkau tetap pulau yang sunyi,
menderita karena pedihnya sepi dan dambaan terhadap kebahagiaan.


Engkau tak dikenal oleh sesama insan,
terpencil dari keakraban dan perhatian. Saudaraku, kulihat engkau duduk di atas bukit emas serta menikmati kekayaanmu
bangga akan hartamu,...
yakin bahwa setiap genggam emas yang kau kumpulkan ...
merupakan mata rantai hasrat dan fikiran orang lain dengan dirimu. Di mata hatiku engkau bagaikan panglima besar yang memimpin bala tentara,
yang hendak menggempur benteng musuh...


Tapi setelah kuamati lagi, ...
yang nampak hanya hati hampa belaka,
yang tertempel di balik longgok emasmu,
bagaikan seekor burung kehausan dalam sangkar emas Kulihat engkau, saudaraku, ....
duduk di atas singgahsana agung;
di sekelilingmu berdiri rakyatmu yang memuji-muji keagunganmu,
menyanyikan lagu penghormatan bagi karyamu yang mengagumkan,
memuji kebijaksanaanmu,
memandangmu seakan-akan nabi yang mulia,
bahkan jiwa mereka melambung kesukaan sampai ke langit-langit angkasa.


Dan ketika engkau memandang kelilingmu,
terlukislah pada wajahmu kebahagiaan, kekuasaan, dan kejayaan,
seakan-akan engkau adalah nyawa bagi raga mereka. Tapi bila kupandang lagi, ...
kelihatan engkau seorang diri dalam kesepian,
berdiri di samping singgahsanamu,
menadahkan tangan ke segala arah,
memohon belas kasihan dari roh-roh yang tak nampak -mengemis perlindungan,
karena tersisih dari persahabatan dan kehangatan persaudaraan. Kulihat dirimu, saudaraku, ...
yang sedang mabuk asmara pada wanita jelita,
menyerahkan hatimu pada paras kecantikannya.
Ketika kulihat ia memandangmu dengan kelembutan dan kasih keibuan,
aku berkata dalam hati, ...
"Terpujilah Cinta yang mengisi kesepian hati manusia."


Namun, bilamana kuamati lagi,
di sebalik hatimu yang bersalut cinta terdapat hati lain yang kesunyian,
meratap hendak menyatakan cintanya pada wanita;
dan di sebalik jiwamu yang sarat cinta,
terdapat jiwa lain yang hampa,
bagaikan awan yang mengembara,
menjadi titik-titik air mata kekasihmu...


Hidupmu, wahai saudaraku, ...
merupakan tempat tinggal sunyi yang terpisah dari wilayah lain,
bagaikan ruang tengah rumah yang tertutup dari pandangan mata tetangga. Seandainya rumahmu tersalut oleh kegelapan,
sinar lampu tetanggamu tak dapat masuk meneranginya.
Jika kosong dari persediaan kemarau,
isi gudang tetanggamu tak dapat mengisinya.
Jika rumahmu berdiri di atas gurun,
engkau tak dapat memindahkannya ke halaman orang lain,
yang telah diolah dan ditanami oleh tangan orang lain. Jika rumahmu berdiri di atas puncak gunung,
engkau tidak dapat memindahkannya atas lembah,
karena lerengnya tak dapat ditempuh oleh kaki manusia.


Kehidupanmu, saudaraku, dibaluti oleh kesunyian,
dan jika bukan kerana kesepian dan kesunyian itu,
engkau bukanlah engkau, dan aku bukanlah aku. 



Jika bukan karena kesepian dan kesunyian itu,
aku akan percaya kiranya aku memandang wajahmu,
itulah wajahku sendiri yang sedang memandang cermin. ..
sambil menatapi bentuk tulang - tulang rusukku....
dan bertanya,....
" Dimanakah tulang rusukku yang lain ...???? "


Kuharap Kau menjawab,...
" akulah tulang rusukmu yang hilang "....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar